Jahat kamu ?!” kata Anisa seraya menatapku manja dan memukuli aku pelan dan mesra. Aku tersenyum saja. ” Jahat kamu Rangga, aku kalah terus sama kamu ” Ujarnya lagi. Kami sama-sama terkulai lemas diatas batu itu.
Esoknya kami sudah berangkat dari tempat yang tak akan terlupakan itu. Kami memadu janji, bahwa suatu saat nanti kami akan kembali ke tempat itu. Kami pulang dengan mengambil jalan ke desa terdekat dan pergi ke kota terdekat agar tidak bertemu dengan rombongan yang terpisah itu. Dari kota kecil itu kami pulang ke kota kami dengan menyewa Taxi, sepanjang jalan kami berpelukan terus di dalam Taxi. ngentot
Tak sedikitpun waktu yang kami sia-siakan. Anisa menciumi pipiku, bibirku, lalu membisikkan kata ” Aku suka kamu ” Aku juga membalasnya dengan kalimat mesra yang tak kalah indahnya. Dalam dua jam perjalanan itu, tangan dan jari-jari Anisa tak henti-hentinya merogoh celana dalamku, dan memegangi ‘Mr. Penny’ku. Dia tahu aku ejakulasi di dalam celana, bahkan Anisa tetap mengocok-ngocoknya. Aku terus memeluk dia, pak Supir tak ku ijinkan menoleh kami kebelakang, dia setuju saja. Sudah tiga kali aku ” keluar” karena tangan Anisa selalu memainkan ‘Mr. Penny’ku sepanjang perjalanan di Taxi itu.
” Aku lemas sayang ?!” bisikku mesra
” Biarin !” Bisiknya mesra sekali. ” Aku suka kok !” Bisiknya lagi.
Tidak mau ketinggalan aku merogoh celana olah raga yang dipakai Anisa. Astaga, dia tidak pakai celana dalam. Ketika jari-jari tanganku menyolok ‘Ms. Veggy’nya, dia tersenyum, bulunya ku tarik-tarik, dia meringis, dan apa yang terjadi ? astaga lagi, Anisa sudah ‘keluar’ banyak, ‘Ms. Veggy’nya basah oleh semacam lendir, rupanya nafsunya tinggi sekali, becek banget. Tangan kami sama-sama basah oleh cairan kemaluan.
Ketika sampai di rumah Anisa, aku disuruhnya langsung pulang, enggak enak sama tetangga katanya. Dia menyodorkan uang dua lembar lima puluh ribuan, aku menolaknya, biar aku saja yang membayar Taxi itu. Lalu aku pulang.
Hari-hari berikutnya di sekolah, hubunganku dengan Anisa guru biologiku, nampak wajar-wajar saja dari luar. Tapi ada satu temanku yang curiga, demikian para guru. Hari-hari selanjutnya selalu bertemu ditempat-tempat khusus seperti hotel diluar kota, di pantai, bahkan pernah dalam suatu liburan kami ke Bali selama 12 hari.
Ketika aku sudah menyelesaikan studiku di SLTA, Anisa minta agar aku tak melupakan kenangan yang pernah kami ukir. Aku diajaknya ke sebuah Hotel disebuah kota, yah seperti perpisahan. Karena aku harus melanjutkan kuliah di Australia, menyusul kakakku. Alangkah sedihnya Anisa malam itu, dia nampak cantik, lembut dan mesra. Tak rela rasanya aku kehilangan Anisa. Kujelaskan semuanya, walau kita beda usia yang cukup mencolok, tapi aku mau menikah dengannya.
Anisa memberikan cincin bermata berlian yang dipakainya kepada aku. Aku memberikan kalung emas bermata zamrud kepada Anisa. Cincin Anisa hanya mampu melingkar di kelingkingku, kalungku langsung dipakainya, setelah dikecupinya. Anisa berencana berhenti menjadi guru, “sakit rasanya” ujarnya kalau terus menjadi guru, karena kehilangan aku. Anisa akan melanjutkan S2 nya di USA, karena keluarganya ada disana. Setelah itu kami berpisah hingga sekian tahun, tanpa kontak lagi.
Pada suatu saat, ada surat undangan pernikahan datang ke Apartemenku, datangnya dari Dra. Anisa Maharani, MSC. Rupanya benar dia menyelesaikan S2 nya.Aku terbang ke Jakarta, karena resepsi itu diadakan di Jakarta disebuah hotel bintang lima. Aku datang bersama kakakku Rina dan Papa. Di pesta itu, ketika aku datang, Anisa tak tahan menahan emosinya, dia menghampiriku ditengah kerumunan orang banyak itu dan memelukku erat-erat, lalu menangis sejadi-jadinya. ngentot
“Aku rindu kamu Rangga kekasihku, aku sayang kamu, sekian tahun aku kehilangan kamu, andai saja laki-laki disampingku dipelaminan itu adalah kamu, alangkah bahagianya aku ” Kata Anisa lirih dan pelan sambil memelukku.
Kamu jadi perhatian para hadirin, Rina dan Papa saling tatap kebingungan. Ku usap airmata tulus Anisa. Kujelaskan aku sudah selesai S1 dan akan melanjutkan S2 di USA, dan aku berjanji akan membangun laboratorium yang kuberi nama Laboratorium “Anisa”. Dia setuju dan masih menenteskan air mata.
Setelah aku diperkenalkan dengan suaminya, aku minta pamit untuk pulang, akupun tak tahan dengan suasana yang mengharukan ini. Setelah lima tahun tak ada khabar lagi dari dia, aku sudah menikah dan punya anak wanita yang kuberi nama Anisa Maharani, persis nama Anisa. Ku kabari Anisa dan dia datang kerumahku di Bandung, dia juga membawa putranya yang diberi nama Rangga, cuma Rangga berbeda usia tiga tahun dengan Anisa putriku.
Aku masih merasakan getaran-getaran aneh di hatiku, tatapan Anisa masih menantang dan panas, senyumnya masih menggoda. Kami sepakat untuk menjodohkan anak kami kelak, jika Tuhan mengijinkannya.