Pandangan matanya kini memelas dan penuh ketakutan. Aku menganggukan kepala.
“Jangan bilang siapa-siapa, jangan bilang mamah. Please !”, kak Shelly mengguncang bahuku.
“Tenang…pokoknya aman !”,
Kak Shelly nampak gelisah. Aku tidak tega melihatnya.
Kak Shelly yang sangat baik padaku telah aku antarkan pada suatu kondisi serba salah dan menakutkan baginya. Tapi sudahlah.
Tiba-tiba terdengar dering telp, bergegas aku bangun dan mengangkat gagang telpon.
“Halloo..!”, terdengar suara perempuan diseberang sana.
“Hallo…!”, kataku
“Ini Eric yah ?, kak Shelly ada ?”, suara itu terdengar lembut.
“ng.. ini siapa yah ?”, kataku sambil menduga-duga.
“Ini Fitri…kak Shelly-nya ada ?”,
“Ada…sebentar ya kak !”, kataku.
“Kak… ini kak Fitri !”, kataku pada kak Shelly. Kulihat tiba-tiba expresi kak Shelly menegang. Namun tak urung ia mendekatiku, dan menerima gagang telepon yang kusodorkan.
“Haloo..”,
Aku bergegas pergi, tak ingin mengganggu “sepasang kekasih” yang telepon-an. Aku naik ke lantai atas, menuju kekamarku sendiri. Kukunci pintu kamar, mematikan lampu, dengan perasaan campur aduk.
Beberapa saat kemudian kudengar langkah kaki kak Shelly di tangga menuju kearah kamarku. Lalu tiba-tiba aku mendengar ketukan dan suara kak Shelly.
Aku terdiam, menunggu. “Eric…!”, kembali terdengar ketukan. Kunyalakan lampu lalu membuka kunci pintu kamar. Tanpa kupersilahkan kak Shelly menyeruak masuk lalu duduk dipinggir tempat tidur. “Eric…”, kak Shelly tiba-tiba memecahkan keheningan.
Aku yang hendak menyalakan rokok, menoleh.
Kulihat kak Shelly menatapku dalam-dalam. Nampaknya ada sesuatu yang ingin diucapkanya. Tak jadi menyalakan rokok. Aku menarik kursi, dan membalikanya sehingga menghadap kearah kak Shelly. Lalu aku duduk dihadapan kak Shelly. “Eric bisa pegang rahasia kan ?”, ia menatapku sungguh-sungguh. Ada ketakutan dimatanya.
“Masalah apa ?”,
“Fitri…!”,
“Oh…!”, aku mengangguk perlahan.
“Jangan sampai Mamah tahu !’,
Aku hanya menatapnya, lalu tersenyum hambar.
“Janji ?!”, kak Shelly menatapku dalam-dalam.
“Janji !”, kataku sambl mengacungkan telunjuk dan jari tengahku.
“Eric boleh minta apa aja, pasti kakak turutin, syaratnya satu, gak boleh bocorin rahasia !”,
“Tenang…aman !’, kataku agak bergetar.
“Eric mau minta apa sama kaka?”, nampaknya kak Shelly mencoba bernegosiasi, he he….
“ng…gak minta apa-apa deh…mmm…”, sungguh tak terpikir untuk minta sesuatu pada kak Shelly, lagi pula aku sama sekali gak kepirkiran untuk membocorkan rahasianya. Namun tatapan liarku kearah dada ka Shelly sungguh dinterpretasikan oleh kak Shelly.
“Kakak tahu kok apa yang Eric inginkan, sini…!”, kak Shelly menepuk spring bad, mungkin maksudnya menyuruhku duduk disampingnya. Aku ragu sesaat.
“Sini….!”, katanya mengulang.
Meskipun ragu aku kemudian beranjak, dan dengan bingung aku duduk disebelahnya. Darahku berdesir saat jemari lembut kak Shelly mengusap punggung tanganku. Lalu ia meraih telapak tanganku.
Jemari tanganku digenggamnya.
“Pasti Eric sekarang lagi error !”, tiba-tiba kak Shelly berkata datar,
“Apaan sih kak ?”, kataku agak jengah.
“Pake pura-pura lagi !”, kak Shelly mendorong tubuhku.
Karena Kak Shelly mengisyaratkan agar aku terlentang maka aku segera terlentang dengan kakiku menjuntai kelantai.
“Eric pengen ini kan ?”, jemari kak Shelly merayapi pahaku.
Aku terhenyak menahan nafas. Kemudian kak Shelly tanpa ragu mulai meremas kemaluanku perlahan, ahh….., kedua lututku terangkat parlahan, lalu kuturunkan lagi.
“Kak…”, kataku lirih
“sst…kakak tahu apa yang Eric inginkan, tenang aja…”, kak Shelly benar-benar meremas-remas kemaluanku. Geletar nikmat perlahan merayap, seiring makin mengerasnya batang kemaluanku. Kuraih bantal, kudekap hingga menutupi mukaku. Rasa jengah dan nikmat membaur menjadi satu.
“Pake malu-malu lagi !”, kak Shelly memaksaku melepaskan bantal. Akhirnya untuk aku hanya bisa menutup mata dan menikmati gelenyar kenikmatan dari setiap remasan tangan kak Shelly. “Ah…shhh..kak….!”,
Tanganku perlahan merayap kearah pinggang kak Shelly, meremasnya perlahan seiring geliat kenikmatan. Aku semakin berani karena kak Shelly tak menolak remasan tanganku dipinggangnya.
Tiba-tiba, “Udah ya…cukup segitu aja !”, tiba-tiba kak Shelly menghentikan remasan tanganya.
“Ah kakak !”, aku merintih kecewa, hampir aku melonjak bangun.
“Kenapa ?”, ia menatapku, sebuah senyum seolah menggoda aku yang tengah konak.
“Tanggung…please…!”, aku merintih dan memelas.
“Dasar….”, katanya sambil memijit hidungku.
Tanpa ragu aku melepaskan training yg kukenakan, kemaluanku yg sungguh telah mengeras, mendongak…
Nampak ada rasa jengah pada tatapan kak Shelly, aku bangkit dari tidurku, “Please…!”, lalu kuraih tangan kak Shelly agar menjamah kemaluanku. Akhirnya tak urung kak Shelly menuruti kemauanku.
Kembali kuhempaskan tubuh, lalu menunggu kak Shelly melakukan hal yg seharusnya. Tangan lembut dan halus kak Shelly menggenggam kemaluanku, nampaknya ia agak ragu, badanku mengerjap sesaat, ketika tangan kak Shelly mulai meramas kemaluanku dengan perlahan. Kupenjamkan mata, menikmati setiap kenikmatan yang datang.
Semakin lama keinginanku semakin kuat. Aku merintih, mendesah dan sesekali menggeliat.
Remasan tangan kak Shelly memang nikmat, namun semakin lama aku menginginkan lebih, lalu aku meraih Hand Body dari sela-sela pinggir springbad, dengan gemetar kusodorkan pada kak Shelly.
“Apa ini ?”,
Meski terlihat ragu, perlahan kak Shelly meraih Hand Body Lotion, membuka tutupnya, menumpahkannya ditangan kanannya.
Lalu ia melumuri kemaluanku. Ahhh..
“Maafin Eric ya kak !”,
“Iya anak nakal !”, katanya. Mungkin seharusnya ia tersenyum tapi aku tidak melihatnya.
“Digimanain ?”, katanya berbisik perlahan.
“Urut aja, keatas dan kebawah, pelan-pelan !”,
“Begini…!”,
“Ya…ah… shhh… kak Shelly…!”, akupun tenggelam dan terbuai dalam kenikmatan. Belaian lembut tangan Kak Shelly sungguh membuat aku terlena. Dan tanpa kuminta kak Shelly telah cukup paham ketika sudah agak mengering dan kesat ditambahkannya lagi cairan Hand Body itu. Ia telah tahu yang kuinginkan.
Caranya mengurut dan meremas sungguh sempurna. Aku kemudian hanya bisa pasrah, merintih dan mendesah.
“ssshhhh… kaka…mkasihhhh…. Mmmm shhhhh enak !”,
Aku terus merintih dan merintih. Kak Shelly benar-benar memanjakan aku. Ia mengurut dan membelai membuat aku terasa melambung-lambung. Tapi lama kelamaan ada rasa ngilu dikemaluanku.
Makin lama makin ngilu.
“kenapa ? udah ?”, kak Shelly bertanya ketika tanganku menahan gerakan tanganya yang masih mengurut dan membelai. “Ngilu…!”, kataku berbisik.
Lalu aku bangkit dari tempat tidurku, sehingga kami duduk berdampingan. Kak Shelly terlihat berusaha mengelap cairan Hand Body yang berlepotan ditanganya. Trainingku menjadi korban. Tanggung sekalian kotor, akupun mengelap kemaluanku dari cairan handbody.
Kami terdiam, beberapa saat.
“Tahu enggak sebenarnya Eric suka pake bantal guling. Seperti Kak Shelly !”,
“Apa enaknya…!”, pertanyaan itu seolah terlontar begitu saja.
“Ya enak aja. Gesek-gesek. Sambil membayangkan sedang memeluk kak Shelly !”.
“Dasar !”, ia memelintir kupingku.
“kak Shelly…!”,
‘Apa..?”,
‘Tanggung nih !”,
“Tanggung apanya ?”,
“Pura-pura jadi bantal guling mau ?”,
“Apalagi nih !”,
“Eric gak tahan nih. Tapi kak Shelly gak usah khawatir. Eric gak merusak apapun. Kak Shelly tetap berbaju lengkap. Kak Shelly hanya berbaring aja. Nanti Eric…!”, kak Shelly terdiam tak menjawab.
“Cuma gesek-gesek aja !”, aku kemudian menandaskan.
“Gimana ? kamu ini aneh-aneh aja ?”,
“Berbaring dulu kak Shelly-nya. Pokonya aman deh.
Eric gak bakalan merusak apapun. Janji !”, kataku sambil setengah mendorong tubuh kak Shelly.
Kak Shelly tak urung menurut. Ia beringsut keatas spring bad, lalu kubaringkan tubuhnya hingga terlentang. Dengan bergetar kemudian aku berbaring menyamping. Lalu kakiku menyilang keatas dua kakinya. Selangkanganku kini menempel ke pahanya. Sayang masing terlindung pakaian yang dikenakannya. Tapi lumayan enak.
Lalu aku mulai menggesek-gesekan kemaluanku kepaha kak Shelly. Rasa nikmat perlahan mengalir seiring gesekan itu. Makin lama makin terasa enak. Tangan kak Shelly kupaksa agar mau melingkari pinggangku. Aku terus menggesek dan menggesek. Sesaat aku lepaskan bajuku, aku kini telanjang bulat, menelungkup tubuh kak Shelly yang masih terbungkus Langerie…
”shhhh…. Mmmm enak kak. Enak ! shhhhh ahhhh shhh !”, tanpa sadar aku menciumi bahu kak Shelly. Aku semaki berani karena kak Shelly membiarkan aku menciumi pundaknya. Makin lama tubuhku makin bergeser. Tahu-tahu aku kini berada diantara dua paha kak Shelly. Kemaluanku menggesek-gesek persis kemaluan kak Shelly. Sungguh nikmat. Geletar-geletar birahi makin memuncak.
Aku mendesis dan merintih sambil sesekali mendaratkan ciuman ke pundak kak Shelly. Lambat laun aku menyadari, setiap aku bergerak dan menggesek, tubuh kak Shelly ikut bergerak seirama gerakan tubuhku. Bahkan beberapa kali ia membetulkan posisi pinggangku.
Kemaluanku terus menggesek-gesek kemaluan kak Shelly. Dan terus bergoyang-goyang berirama.
“Kurang keatas…sakit tahu !”, suara ka Shelly terdengar memburu.
Aku menurut. Aku bergerak lebih keatas. Paha kak Shelly bergerak seolah memberi ruang agar tubuhku bergerak lebih leluasa.
“Pelan…pelan…”, ia mendesis,
“Enak kak?’, akhirnya kulontarkan pertanyaan itu. Kak Shelly terdiam. Namun nafasnya semakin terdengar memburu. Jemari tangannya terasa meremas-remas punggungku.
Tanpa meminta persetujuan aku berusaha meraih celana dalam kak Shelly.
“Mau apa ?”,
“Biar gak sakit lepasin aja yah ?”, ia sedikit mempertahankanya.
“Please !”, kataku. Akhirnya kak Shelly menurut.
Bahkan kakinya bergerak-gerak membantuku melepaskan celana dalam itu. Aku tidak bermaksud menyetubuhi kak Shelly. Tidak benar-benar maskudku. Biar bersentuhan lebih dekat aja. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupku. Kemaluanku menempel pada kemaluan wanita. Sungguh sensasinya luar biasa.
Kemaluanku mengarah kebawah, terjepit diantara paha kak Shelly. Lalu aku mulai menggesek-kesekanya. Ada sesuatu yang hangat namun basah dibawah sana. Semakin kugesekkan semakin terasa nikmat. Tiba-tiba aku mendengar kak Shelly mendesah pelan. Kepalanya mendongak. Kuulangi gerakan dan gesekanku, kembali ia mendesah. Akhirnya kuulangi gesekan diwilayah itu. Aku senang mendengar kak Shelly mendesah-desah dan merintih. Kami ternyata berada pada posisi saling berdekapan.
Wajah kami begitu dekat. Aku merasakan semburan nafas hangat kak Shelly. Dengan lembut kudaratkan bibirku didagunya. Kemudian bergeser, perlahan. Akhirnya bibir kami bertemu. Bibir kak Shelly awalnya diam tak bereaksi ketika bibirku berusaha melumat, tapi lama kelamaan bibir itu membalas lumatan bibirku. Kami berpagutan dan saling melumat.
Semakin lama segalanya semakin liar. Aku kini bahkan sudah mengecap, menjilat bahkan setengah menggigit leher kak Shelly. Ketika jilatan lidahku menyerang pangkal leher dibawah telinganya, kak Shelly mendesah dan merintih. Aku kini benar-benar membuat kak Shelly menjadi hilang kesadaran. Ia telah menjadi benar-benar liar.
Diarahkannya kepalaku untuk menciumi dadanya. Aku maklum dengan apa yang diinginkan kak Shelly. Aku bangit dari cengraman tubuhnya. Lalu dengan gemetar kubuka Langerie yang dikenakan kak Shelly. Kemudian Bra yang dikenakannya. Kini tubuh kak Shelly tak berbalut selembar benangpun, sebagaimana aku. Tak tahan berlama-lama aku merangkul tubuh kak Shelly.
Aku menggumulinya dengan penuh nafsu. Aku jilat setiap inci tubuhnya, semakin kak Shelly merintih semakin aku mejilat dan menggigit. Putting susunya bergantian aku lahap. Aku bagai orang yang kesetanan. Tanpa terasa aku mulai menjilati tubuh kak Shelly bagian bawah. Bahkan aku kini mulai menciumi pangkal paha dan selangkangannya. Kak Shelly merintih dan melenguh. Aku tak tahu bagaimana cara menjilat yang baik dan benar.
Pokonya semakin keras rintihan kak Shelly semakin lama aku menjilat. Kupingku terasa berdenging dan pekak karena terjepit kedua paha kak Shelly. Aku menjilat dan terus menjilat kemaluan kak Shelly. Meskipun hidungku mencium aroma yang aneh, dan lidahku mengecap rasa yang aneh pula. Aku terus menjilat. Bahkan bibirkupun mencium bagian-bagian kemaluan kak Shelly. Aku bahagia mendengar kak Shelly Merintih-rintih dan menjerit. Sampai kemudian kak Shelly menarik kepalaku.
“Sudah-sudah ! ngilu !”,
“Ngilu ?”, batinku. Bukanya enak ?
Nafas kak Shelly tersengal-sengal. Aku segera mengelap mulutku dengan baju kak Shelly, mengusir perasaan tidak nyaman dimulutku. Namun aku masih bernafsu. Ketika aku bermaksud menaiku tubuh kak Shelly.
“Tunggu sebentar. Masih ngilu !?”, katanya.
Akhirnya aku hanya dapat menciumi perut dan dada serta payudara kak Shelly. Kedua tangan kak Shelly membelai-belai rambutku.
Tubuhku perlahan mulai merayap kembali. Masuk kedalam dekapan hangat tubuh kak Shelly. Rasa nikmat itu perlahan kembali mengalir. Kemaluan kami kembali bergesekan. Dan aku mulai meracau…
“Jangan !”, kak Shelly menahan tubuhku. Aku tak tahan lagi. Aku ingin memasukannya. Aku ingin merasakan terbenam dalam lembah kenikmatan itu.sexy
“Jangaaaaannn… please ! Eric jangan !”, kak Shelly memohon ketika aku mencoba dan memaksa untuk kedua kalinya.
“Eric udah gak tahan kak ! gak tahan lagi !”,
“Tapi Eric udah janji, gak bakalan merusak.!”, kak Shelly menghiba.
“Eric udah gak tahannnnnn….shhhh !”,
“Kak Shelly juga sama. Tapi please jangannnn shhh !”,
Kak Shelly berbisik dengan nafas memburu.
Aku tak tahan lagi. Namun kemudian otak warasku hadir. Kalau dengan bantal guling saja aku bisa puas, kenapa sekarang enggak.
Aku ambil celana dalam kak Shelly, lalu kugunakan untuk menutupi kemaluan kak Shelly. “Eric pengen keluar disini, boleh yah !”. setengah memohon aku berbisik.
Karena tak dilarang segera aku memposisikan kemaluanku. Mengarah kebawah dan terjepit paha kak Shelly. Kedua Kemaluan kami hanya dipisah selembar celana dalam. Dan aku kemudian mulai menggesek. Mencari sensasi kenikmatan itu. Aku menggesek dan menggesek. Tak beberapa lama, gelombang kenikmatan itu datang. Cratt cratt…..
Aku terkapar diatas tubuh kak Shelly. Terdiam beberapa saat, sebelum kak Shelly mendorong tubuhku yang menindih tubuhnya. Aku terbaring ke samping. Ingin rasanya aku memeluk kak Shelly berlama-lama. Tapi kak Shelly buru-buru bangkit. Dikenakannya Langerie-nya kembali. Lalu bergegas ia keluar dari kamarku. Celana dalamnya yang basah berlumuran ditinggalkannya ! sexy
Sejak saat itu, rahasia dirumah ini bertambah, sampai sekarang kami terus melakukanya, tidak terlalu sering memang, namun ketika aku menginginkan atau ketika kak Shelly “kepengen” (begitulah istilah kak Shelly), maka kami akan melakukannya. Didapur, dikamar mandi, diruang tengah, bahkan diruang tamu. Satu hal yang tetap kami jaga, kami tidak benar-benar bercinta, sungguh akupun komit dengan janjiku, aku teramat menyayangi kak Shelly, aku tak ingin merusaknya, semua yang kuperoleh telah lebih cukup bagiku. Dan mudah-mudahan akan tetap saperti itu.