Cerita Sex Dihamili Tetangga part 3

Keringat juga membanjiri tubuhku. Sementara suara suamiku juga meraung-raung kenikmatan, semoga kamar dia di perjalan dinas itu kamar yang kedap suara. Beberapa saat kemudian aku kehabisan tenaga. Kuminta Indun untuk berhenti sejenak. Pemuda itu nampak terengah-engah sehabis menggenjotku habis-habisan. Setelah itu kami melanjutkan permainan kami. Indun dengan kuatnya menggenjotku habis-habisan.

Aku tak tahu lagi apa yang kecerecaukan di telepon, tapi nampaknya suamiku juga sama saja. Beberapa saat kemudian aku dan suamiku sama-sama berteriak, kami sama-sama keluar. Aku terengah-engah mengatur nafasku. Lalu suamiku memberi salam mesra dan ciuman jarak jauh. Kami betul-betul terpuaskan malam ini. Setelah ngobrol-ngobrol singkat, suamiku menutup teleponnya.

Di kamarku, Indun masih menggenjotku pelan-pelan. Dia belum keluar rupanya. Wah, gila. Aku kawatir jepitanku mungkin sudah tidak mempan buat penisnya yang masih tumbuh. Kubiarkan penis pemuda itu mengobok-obok vaginaku. Tiba-tiba kudorong Indun, sehingga lepas penis dari lobangku.

“Ohhh”, lenguhnya kecewa.
Lalu aku tarik dia naik ke tempat tidur, dan aku segera menungging di depannya. Indun tahu maksudku. Dia segera mengarahkan penisnya ke vaginaku. Tapi segera kupegang penis itu dan kuarahkan ke lobang yang lain. Pantatku! Mungkin di sanalah penis Indun akan dijepit dengan maksimal, pikirku tanpa pertimbangan. Indun sadar apa yang kulakukan. Disodokkannya penisnya ke lobang pantatku.

Tapi lobang itu ternyata masih terlalu kecil bahkan buat penis Indun. Aku berdiri dan menyuruhnya menunggu. Lalu aku turun dan mengambil jelli organik dari dalam rak obat di kamar mandi. Dengan setia Indun menunggu dengan penis yang juga setia mengacung. Jelli itu kuoleskan ke seluruh batang Indun, dan sebagian kuusap-usapkan ke sekitar lobang pantatku. Kembali aku menunggingkan pantatku. Indun mengarahkan kotolnya kembali dan pelan-pelan lobang itu berhasil di terobosnya.

“Ohhhhh…..” desisku. Sensasinya sangat luar biasa. Pelan-pelan batang penis itu menyusup di lobang yang sempit itu.
Indun mengerang keras. Setengah perjalanan, penis itu berhenti. Baru separo yang masuk. Indun terengah-engah, begitu juga aku.
“Pelan-pelan, Ndun…” bisikku.
Indun memegang bongkahan pantatku, dan kembali menyodokkan penisnya ke lobangku. Dan akhirnya seluruh batang itu masuk manis dalam lobang pantatku.
“Ohhh, Tuhan…” rasanya sangat luar biasa, antara sakit dan nikmat yang tak terceritakan. Aku mengerang. Kami berdiam beberapa menit, membiarkan lobangku terbiasa dengan batang penis itu. Setelah itu Indun mulai memaju mundukan pinggangnya. Rasanya luar biasa. Pengalaman baru yang membuatku ketagihan. Beberapa saat kemudian, Indun mengerang-erang keras. Dia memaksakan menggejot pantatku dengan cepat, tapi karena sangat sempit,
genjotannya tidak bisa lancar. Kemudian,
“ohhhhh…”
Indun memuncratkan spermanya dalam pantatku. Crot…Aku tersungkur dan Indun terlentang ke belakang. Muncratannya sebagian mengenai punggungku. Kami sama-sama terengah-engah dan kelelahan yang luar biasa. Aku membalikkan tubuhku dan memeluk Indun yang terkapar tanpa daya. Kami berpelukan dengan telanjang bulat sepanjang malam.

########################
Paginya, aku bangun jam 6 pagi. ABG itu masih ada dalam pelukanku. Oh, Tuhan. Untung aku mengunci kamarku. Mbok Imah tetangga yang biasa bantuin ngurusin anak-anak sudah terdengar suaranya di belakang. Oh.. Apa yang sudah kulakukan tadi malam, aku benar-benar tidak habis pikir. Kalau malam waktu itu benar-benar hanya sebuah kecelakaan.

Tapi malam ini, aku dan Indun benar-benar melakukannya dengan penuh kesadaran. Apa yang kulakukan pada anak abg ini? Aku jadi gelisah memikirkannya, aku takut membuat anak ini menjadi anak yang salah jalan. Rasa bersalah itu membuatku merasa bertambah sayang pada anak kecil itu. Kurangkul kembali tubuh kecil itu dan kuciumin pipinya. Tubuh kami masih sama-sama telanjang. Aku lihat si Indun masih nyenyak tidur. Mukanya nampak manis sekali pagi itu. Aku mengecup pipi anak itu dan membangunkannya.
“Ndun… Bangun. Kamu sekolah khan?” bisikku.
Indun nampak kaget dan segera duduk.

“Oh, Bu.. Maaf aku kesiangan…” katanya gugup.
“Gak papa Ndun, aku yang salah mengajakmu tadi malam”
Kami berpandangan.
“Maaf Bu. Aku benar-benar tidak sopan”
“Lho, khan bukan kamu yang mengajak kita tidur bersama. Aku yang salah Ndun” bisikku pelan.
Indun menatapku, “Aku sayang sama Ibu…” katanya pelan.
“Ndun, kamu punya pacar?”
“Belum, bu”
“Kamu janji ya jangan cerita-cerita ke siapa-siapa ya soal kita”
“Iya bu, gak mungkinlah”
“Aku takut kamu rusak karena aku”
“Gak kok Bu, aku sayang sama Ibu”
“Kamu jangan melakukan ini ke sembarang orang ya” kataku kawatir.
“Tidak Bu, aku bukan cowok seperti itu. Tapi kalau sama Ibu, masih boleh ya…” katanya pelan.
Tiba-tiba aku sangat ingin memeluk anak itu.
“Aku juga sayang kamu Ndun. Sini Ibu peluk” Indun mendekat dan kami berpelukan sambil berdiri. Tangannya merangkul pinggangku, dan aku memegang pantatnya. Kami berpelukan lama dan saling berpandangan. Lalu bibir kami saling berpagutan. Gila, aku benar-benar serasa berpacaran dengan anak kecil itu. Mulut kami saling bergumul dengan panasnya.
Aku lihat penis anak itu masih tegak berdiri, mungkin karena efek pagi hari. Tanganku meraih batang itu dan mengocoknya pelan-pelan.

Aku berpikir cepat, karena pagi ini Indun harus sekolah, aku harus segera menuntaskan ketegangan penis itu. Aku segera membalikkan tubuhku dan berpegangan pada meja rias. Sambil melihat Indun lewat cermin aku menyuruhnya.
“Ndun, kamu pakai jeli itu lagi.

Cepat masukin lagi penismu ke pantat Ibu”
Indun buru-buru melumas batangnya. Aku menyorongkan bungkahan pantatku. Dari cermin aku dapat melihat muku dan badanku sendiri. Ohh… agak malu juga aku melihat tubuhku yang mulai membengkak di sana-sini, tapi masih penuh dengan nafsu birahi.
“Cepat Ndun, nanti kamu terlambat sekolah”, perintahku.
Sambil memeluk perutku, Indun mendorong penisnya masuk ke lobang pantatku. Lobang yang semalam sudah disodok-sodok itu segera menerima batang yang mengeras itu. Segera kami sudah melakukan persetubuhan lagi. Aku dapat melihat adegan seksi itu lewat cermin, di mana mukaku terlihat sangat nafsu dan juga muka Indun yang mengerang-erang di belakangku.

“Ayo, Ndun, sodok yang kuat”

“Iyyyaaa.. Bu”

“Terusss… Cepat”

Sodokan-sodokan Indun semakin cepat. Lobang pantatku semakin elastis menerima batang imut itu. Sungguh kenikmatan yang luar biasa. Tidak berapa lama kemudian kami berdua sama-sama mencapai puncak kenikmatan. Indun membiarkan cairan spermanya meluncur deras dalam pantatku. Kami sama-sama terengah-engah menikmati puncak yang barusan kami daki.
“Ohhh…”
Sejenak kemudian aku lepaskan pantatku dari penisnya.
“Udah Ndun. Sana kamu mandi, pulang. Nanti kamu terlambat lho sekolahnya” kataku sambil tersenyum.
Indun mencari-cari pakaiannya. Tiba-tiba kami sadar kalau celana Indun ada di ruang tamu. Aku suruh si Indun nunggu di kamar, dan aku segera berpakaian dan keluar ke ruang tamu. Moga-moga belum ada yang menemukan celana itu. Untungnya celana itu teronggok di bawah sofa dan terselip, sehingga Mbok Imah yang biasanya sibuk dulu menyiapkan sarapan belum sempat membereskan ruang tamu. Celana itu segera kuambil dan kubawa ke kamar. Si Indun yang tadinya nampak panik berubah tenang. Setelah memakai celananya, Indun kusuruh cepat-cepat keluar ke ruang tamu dan mengambil tas belajarnya yang semalam tergeletak di meja tamu. Setelah itu dia pamit pulang. Aku segera mandi. Di kamar mandi aku merasakan sedikit perih di bagian lobang pantatku. Baru kali ini lobang itu menjadi alat seks, itu pun justru dengan anak kecil yang belum tahu apa-apa. Ada sedikit rasa sesal, tapi segera kuguyur kepalaku untuk menghilangkan rasa gundah di dadaku.

######################
Sorenya Indun kembali main ke rumah. Dia sudah sibuk membereskan buku-buku di gazebo kami. Malam itu Indun tidur lagi di kamarku. Mas Prasojo baru pulang besok harinya. Selama berjam-jam kami kembali bercinta. Kami saling berpelukan dan berbagi kasih selayaknya sepasang kekasih. Tapi sebelum jam 1 aku suruh Indun untuk segera tidur, aku kawatir sekolahnya akan terganggu karena aktivitasku.

“Ndun, tadi kamu di sekolah gimana?” bisikku setelah kami selesai ronde ke tiga. Kami berpelukan dengan mesra di tengah ranjang.
“Biasa aja Bu”
“Kamu gak kelelahan atau ngantuk di sekolah?”
“Iya Bu, sedikit. Tapi gak papa, aku tadi sempat tidur siang”
“Aku takut menganggu sekolahmu”
“Gak kok Bu. Tadi aku bisa ngikutin pelajaran”
“Okelah kalau gitu. Tapi setelah ini kamu tidur ya, gak usah diterusin dulu”
“Iya Bu”
“Besok Mas Prasojo pulang, kamu gak bisa nginap disini”
“Iya, Bu. Tapi kapan-kapan saya siap menemani Ibu di sini”
“Yee…. maunya. Ya gak papa”, kataku sambil mencubit pinggangnya.
“Aku mau jadi pacar Ibu”
“Lho aku khan sudah bersuami?”
“Ya gak papa, jadi apa saja deh”
“Aku justru kasihan sama kamu. Besok-besok kalau kamu udah siap, kamu cari pacar yang bener ya?”
“Iya Bu. Aku tetap sayang sama Ibu. Mau dijadiin apa saja juga mau”
“Idihh.. ya udah. Bobok yuk” kataku kelelahan.
Kami tidur berpelukan sampai pagi.

Setelah malam itu, aku semakin sering bercinta dengan Indun. Kapan pun ada kesempatan, kami berdua akan melakukannya. Indun sangat memperhatikan bayi dalam kandunganku. Setiap ada kesempatan, dia menciumi perutku dan mengelus-elusnya.

Kasihan juga aku lihat anak kecil itu sudah merasa harus jadi bapak. Herannya, aku juga kecanduan dengan penis kecil anak itu. Padahal aku sudah punya penis yang jauh lebih besar dan tersedia untukku. Bayangkan, beda usiaku dengan Indun mungkin sekitar 27 tahun. Bahkan anak itu lebih cocok menjadi adik anak-anakku. Tapi hubungan kami bertambah mesra seiring usia kehamilanku yang semakin membesar. Indun bahkan sering ikut menemaniku ke dokter tatkala suamiku sedang dinas keluar.

Indun semakin perhatian padaku dan anak dalam kandunganku. Kami sangat bahagia karena bayi dalam kandunganku berada dalam kondisi sehat. Aku selalu mengingatkan Indun untuk tetap fokus pada sekolahnya, dan jangan terlalu memikirkan anaknya.

Yang paling tidak bisa dicegah adalah, Indun semakin lama semakin kecanduan lobang pantatku. Lama-lama aku juga merasakan hal yang sama.

Seolah-olah lobang pantatku menjadi milik eksklusif Indun, sementara lobang-lobangku yang lain dibagi antara Indun dan suamiku. Sampai sekarang, suamiku tidak pernah tahu kalau pantatku sudah dijebol oleh Indun. Lama-lama aku kawatir juga dengan cerita tentang hubungan kelamin lewat pantat dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk AIDS. Aku akhirnya menyediakan kondom untuk Indun kalau dia minta lobang pantatku. Indun sih oke-oke saja. Dia juga kawatir, walaupun dia sangat senang ketika masuk ke lubang pantatku.

Untung aku dan suamiku juga kadang-kadang memakai kondom, sehingga aku tidak canggung lagi membeli kondom di apotik. Bahkan aku sering mendapat kondom gratis dari kelurahan. Mungkin karena masih masa pertumbuhan, dan sering kupakai, aku melihat lama kelamaan penis Indun juga mengalami pembesaran. Penis yang semakin berpengalaman itu tidak lagi seperti penis imut pada waktu pertama kali masuk ke vaginaku, tapi sudah menjelma menjadi penis dewasa dan berurat ketika tegang. Aku sadar, kalau aku adalah salah satu sebab dari pertumbuhan instant dari penis Indun.

Kekuatan penis Indun juga semakin luar biasa. Dia tidak lagi gampang keluar, bahkan kalau dipikir-pikir, dia mungkin lebih kuat dari suamiku. Karena perutku semakin membesar aku jadi sering pakai celana legging yang lentur dan baju kaos ketat yang berbahan sangat lentur. Kalau di rumah aku bahkan hanya pakai kaos panjang tanpa bawahan. Orang pasti mengira aku selalu pakai cd, padahal sering aku malas memakainya. Entah karena gawan ibu hamil atau karena nafsu birahiku yang semakin gila. hiv

Waktu ibu Indun mau naik haji, aku ikut sibuk dengan ibu-ibu kampung untuk mempersiapkan pengajian haji. Biasalah, kalau mau naik haji pasti hebohnya minta ampun. Aku termasuk dekat dengan ibu Indun.

Namanya bu Masuroh, yang biasa dipanggil Bu Ro. Karena keluarga Indun termasuk keluarga yang terpandang di desa kami, maka acara pengajian itu menjadi acara yang besar-besaran. Banyak ibu-ibu yang ikut sibuk di rumah Bu Ro. Kalau aku ke sana aku lebih sering karena ingin ketemu Indun.

Acara pengajian dan keberadaan Mas Prasojo di rumah membuat kesempatanku bertemu dengan Indun menjadi sangat terbatas. Sudah lama Indun tidak merasakan lobang pantatku.

Aku sendiri bingung bagaimana mencari kesempatan untuk ketemu Indun. Walaupun aku sering pergi ke rumahnya dan kadang-kadang juga diantar Indun untuk berbelanja sesuatu untuk keperluan pengajian, tapi tetap saja kami tidak punya kesempatan untuk bercinta. Akhirnya pada saat pengajian besar itu aku mendapatkan ide.

Sorenya, segera kutelepon Indun menggunakan telepon rumah, karena aku sangat hati-hati memakai hp, apalagi untuk urusan Indun.
“Assalamu’alaikum, Bu. Ini Bu Lani. Gimana Bu persiapan nanti malam, sudah beres semua?”
“Oh, Bu Lani. Sudah Bu. Nanti datangnya agak sorean ya bu. Kalau gak ada Ibu, kita bingung nih” jawab Bu Ro.
“Iya, beres Bu. Saya sama Bu Anjar sudah kangenan setelah magrib langsung kesitu, kok Bu. Indun ada Bu Ro?”
“Ada Bu, sebentar ya Bu”
Setelah Indun yang memegang telepon, aku segera bilang:
“Ndun nanti malam kamu pake celana yang bisa dibuka depannya ya” kataku pelan
“Iya Bu” jawab Indun agak bingung.
“Terus kamu pakai kondom kamu…”
Malam itu pengajian dilangsungkan dengan besar-besaran. Halaman RW kami yang luas hampir tidak bisa menampung jama’ah yang datang dari seluruh penjuru kota.

Bu Ro memang tokoh yang disegani masyarakat. Aku datang bersama ibu-ibu RT dengan memakai baju atasan longgar yang menutup sampai bawah pinggang. Bawahannya aku memakai legging ketat, karena memang lagi biasa dipakai ibu-ibu pada saat ini. Apalagi aku lagi hamil, pasti orang-orang pada maklum akan kondisiku.

Yang tidak biasa adalah bahwa aku tidak memakai apapun di balik celana leggingku. Sengaja aku tinggalkan cdku di rumah, karena aku punya sebuah ide untuk Indun. Setelah semua urusan kepanitiaan beres, aku segera bergabung dengan ibu-ibu jama’ah pengajian. Tapi kemudian aku dan beberapa ibu yang lain pindah ke halaman, karena lebih bebas dan bisa berdiri. Hanya saja halaman itu sudah sangat penuh dan berdesak-desakan. Justru aku memilih tempat yang paling ramai oleh pengunjung.

Di kejauhan aku melihat Indun dan memberinya kode untuk mengikutiku. Indun beranjak menuju ke arahku, sementara aku mengajak Bu Anjar untuk ke sebuah lokasi di bawah pohon di lapangan RW. Lokasi itu agak gelap karena bayangan lampu tertutup rindangnya pohon. Walaupun demikian, banyak anggota jama’ah di situ yang berdiri berdesak-desakan.

“Kita sini aja Bu, kalau Ibu mau. Tapi kalau ibu keberatan, silakan Ibu pindah ke sana” kataku pada Bu Anjar.
“Gak papa Bu, di sini lebih bebas. Bisa bolos kalau udah kemaleman, hihihi..” kata Bu Anjar.
“Iya , ya. Biasanya pengajian ginian bisa sampai jam 12 lho”
Kami lalu bercakap-cakap dengan seru sambil mendengarkan pengajian. Ternyata di sebelah Bu Anjar adan Bu Kesti yang juara negrumpi.

Kami segera terlibat pembicaraan serius sambil sekali-kali mendengarkan ceramah kalau pas ada cerita-cerita lucu. Kami berdiri agak di barisan tengah, Bu Anjar dan Bu Kesti mendapat tempat duduk di sebelahku.
“Bu, monggo kalau mau duduk” tawarnya padaku.
“Wah gak usah Bu. Saya lebih suka berdiri gini aja” jawabku. Padahal aku sedang menunggu Indun yang sedang berusaha menyibak kerumunan menuju ke arah kami.

Akhirnya Indun tiba di belakangku. Dua ibu-ibu sebelahku tidak memperhatikan kehadiran Indun, tapi aku melirik anak muda itu dan menyuruhnya berdiri tepat di belakangku. Aku bergeser berdiri sedikit di belakang bangku Bu Anjar dan Bu Kesti. Sementara Indun dengan segera berdiri tepat di belakangku. Dengan diam-diam aku menempelkan pantatku ke badan Indun. Indun tersenyum dan memajukan badannya. Pantatku yang semlohai segera menempel pada penis Indun yang sudah tegang di balik celananya.
Aku berbisik pada Indun, “buka, Ndun. Udah pakai kondom?”
Indun mengangguk dan membuka risliting celananya.

Segera tersembul batangnya yang sudah mengeras. Segera kusibakkan baju panjangku ke atas dan nampaklah leggingku sudah kuberi lobang di bagian belahan pantatku. Indun nampak terkejut, dan sekaligus mengerti maksudku. Dengan pelan-pelan diarahkannya batang kerasnya ke lobang pantatku. Dan, slepppp.

Masuklah batang itu ke lobang favoritnya. Tangan Indun masuk ke dalam bajuku sambil mengelus-elus perutku. Batangnya berada di dalam lobangku sambil sesekali dimaju mundurin. Kami bercinta di tengah keramaian dengan tanpa ada yang menyadarinya. Walaupun begitu aku tetap bercakap-cakap dengan dua ibu-ibu tetanggaku itu. Sementara di kanan kiri kami orang-orang sibuk mendengarkan ceramah dengan berdesak-desakan.

Sekitar satu jam Indun memelukku dalam gelap dari belakang. Tiba-tiba vaginaku berkedut-kedut, pengen ikut disodok. Kalau dari belakang berarti aku harus lebih nunduk lagi. Pelan-pelan kutarik keluar penis Indun dan kulepas kondomnya. Aku kembali mengarahkannya, kali ini ke lubang vaginaku. Indun mengerti. Lalu, bless.. dengan lancarnya penis itu masuk ke vaginaku dari belakang. Ohh, enak sekali. Aku mulai tidak konsentrasi terhadap ceramah maupun obrolan dua ibu-ibu itu. Karena hanya sesekali kami bergoyang, maka adegan persetubuhan itu berlangsung cukup lama.

Kepalaku sudah mulai berkunang-kunang kenikmatan. Di tengkukku aku merasakan nafas Indun semakin ngos-ngosan. hiv

Beberapa saat kemudian, aku mengalami orgasme hebat, tanganku gemetar dan langsung memegang sandaran bangku di depanku. Indun juga kemudian memuncratkan maninya dalam vaginaku. Kami berdua hampir bersamaan mengalami orgasme itu. Setelah agak reda, aku mendorong Indun dan mengeluarkan penisnya. Cepat-cepat Indun memasukkan dalam celananya, dan kuturunkan baju bagian belakangku. Aku dan ibu-ibu itu memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Untung saja aku dan Indun sudah selesai. Dengan mengedipkan mata, aku menyuruh Indun untuk meninggalkan lokasi. Akhirnya terpuaskan juga hasrat kami setelah hari-hari yang sibuk yang memisahkan kami.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *