Kali ini Pipit sudah seperti terbang menggelinjang, pantatnya mengeras bergoyang searah jarum jam padahal mukaku masih membenam diselangkangannya. Tak lama kemudian kedua paha Pipit mengempit kepalaku membiarkan mulutku tetap membenam di meckynya, menegang, melenguhkan suara nafasnya dan…
“Aauh.. Ahh.. Ahh.. Mas.. Pipit.. Mas.. Pipit.. Keluar.. Mas..” mendengar lenguhan itu semakin kupagut-pagut, kusedot-sedot meckynya, dan banjirlah si-rongga sempit Pipit itu. Iri sekali rasanya kalau aku tak sempat keluar orgasme, kuangkat mukaku, kupegang penisku, kuhujam ke vaginanya. Ternyata tak terlalu susah karena memang Pipit tidak perawan lagi. Aku tak perduli siapa yang mendahului aku, itu bukan satu hal penting. Yang penting saat ini aku yang sedang berhak penuh mereguk kenikmatan bersamanya. Lagipula aku memang orang yang tidak terlalu fanatik norma kesucian, bagiku lebih nikmat dengan tidak memikirkan hal-hal njelimet seperti itu. sexy
Kembali ke “pertempuranku”, setengah dari penisku sudah masuk keliang vagina sempitnya, kutarik maju mundur pelan, pelan, cepet, pelan lagi, tanganku sambil meremas buah dada Pipit. Rupanya Pipit mengisyaratkan untuk lebih cepat memacu kocokan penis saktiku, akupun tanggap dan memenuhi keinginannya. Benar saja dengan “Ahh.. Uhh”-nya Pipit mempercepat proses penggoyangan aku kegelian. Geli enak tentunya. Semakin keras, semakin cepat, semakin dalam penisku menghujam.
Kira-kira 10 menit berlalu, aku tak tahan lagi setelah bertubi-tubi menusuk, menukik ke dalam sanggamanya disertai empotan dinding vagina bidadari calon TKW itu, aku setengah teriak berbarengan desahan Pipit yang semakin memacu, dan akhirnya detik-detik penyampaian puncak orgasme kami berdua datang. Aku dan Pipit menggelinjang, menegang, daan.. Aku orgasme menyemprotkan benda cair kental di dalam mecky Pipit. Sebaliknya Pipit juga demikian. Mengerang panjang sambil tangannya menjambak rambutku.. Tubuhku serasa runtuh rata dengan tanah setelah terbang ke angkasa kenikmatan. Kami berpelukan, mulutku berbisik dekat telinga Pipit.
“Kamu gila Pit.. Bikin aku kelojotan.. Nikmat sekali.. Kamu puas Pit?”
Pipit hanya mengangguk, “Mas Wahyu.., aku seperti di luar angkasa lho Mas.. Luar biasa benar kamu Mas..” bisiknya.. sexy
Sadar kami berada dirumah orang, kami segera mengenakan kembali pakaian kami, merapihkannya dan bersikap menenangkan walaupun keringat kami masih bercucuran. Aku meraih gelas dan meminumnya.
Kami menghabiskan waktu menunggu kakaknya Pipit datang dengan ngobrol dan bercanda. Sempat Pipit bercerita bahwa keperawanannya telah hilang setahun lalu oleh tetangganya sendiri yang sekarang sudah meninggal karena demam berdarah. Tapi tidak ada kenikmatan saat itu karena berupa perkosaan yang entah kenapa Pipit memilih untuk memendamnya saja.
Begitulah akhirnya kami sering bertemu dan menikmati hari-hari indah menjelang keberangkatan Pipit ke Malaysia. Kadang dirumahnya, saat Bu Murni kepasar, ataupun di kamarku karena memang bebas 24 jam tanpa pantauan dari sepupuku sekalipun.
Tak lama setelah keberangkatan Pipit aku pindah ke Jakarta. Khabar terakhir tentang Pipit aku dengar setahun yang lalu, bahwa Pipit sudah pulang kampung, bukan sendiri tapi dengan seorang anak kecil yang ditengarai sebagai hasil hubungan gelap dengan majikannya semasa bekerja di negeri Jiran itu. Sedang tentangku sendiri masih berpetualang dan terus berharap ada “Pipit-Pipit” lain yang nyasar ke pelukanku. Aku masih berjuang untuk hal itu hingga detik ini. Kasihan sekali gue..